“Barangsiapa dari kalian yang aku angkat dalam suatu jabatan, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum, atau sesuatu yang lebih kecil dari itu, maka itu adalah pencurian yang pada hari kiamat akan ia bawa” (HR. Muslim).
Di zaman sekarang, banyak orang berlomba meraih jabatan dan bahkan saling menjatuhkan dengan harapan bisa memperkaya diri. Walaupun dengan memegang jabatan tertentu mendapat upah yang cukup untuk menafkahi keluarga seumur hidup, ternyata banyak yang mampu bermewah-mewah hingga beberapa keturunan hanya dengan memegang jabatan beberapa tahun. Suatu hal yang sangat mungkin mustahil, bila tidak mencuri.
Namun, istilah ‘mencuri’ terasa kasar dan memalukan, sehingga diganti dengan istilah korupsi. Penukaran istilah lokal dengan istilah asing ini menghilangkan makna beberapa derajat. Makanya, ketika disebut koruptor, sebahagian orang merasa elit sehingga masih mampu tersenyum tanpa malu, meskipun ditampakkan wajahnya.
Di zaman sekarang, banyak orang berlomba meraih jabatan dan bahkan saling menjatuhkan dengan harapan bisa memperkaya diri. Walaupun dengan memegang jabatan tertentu mendapat upah yang cukup untuk menafkahi keluarga seumur hidup, ternyata banyak yang mampu bermewah-mewah hingga beberapa keturunan hanya dengan memegang jabatan beberapa tahun. Suatu hal yang sangat mungkin mustahil, bila tidak mencuri.
Namun, istilah ‘mencuri’ terasa kasar dan memalukan, sehingga diganti dengan istilah korupsi. Penukaran istilah lokal dengan istilah asing ini menghilangkan makna beberapa derajat. Makanya, ketika disebut koruptor, sebahagian orang merasa elit sehingga masih mampu tersenyum tanpa malu, meskipun ditampakkan wajahnya.
Dengan kata lain, masih belum merasa bersalah dan malu akibat perbuatan mengambil yang bukan hak. Mengambil yang bukan hak sekecil jarum pun, akan diminta pertanggung jawaban, apalagi dosa besar melalui korupsi. Tapi hal tak dihiraukan oleh orang yang meremehkan atau masih bangga dengan dosa.
Padahal merasa bangga dengan dosa, menurut Imam Al Ghazali, termasuk dosa besar. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa meremehkan dosa sangat berbahaya. Dalam suatu haditsnya disebutkan, “Sesungguhnya perumpamaan orang yang meremehkan dosa bagaikan sekelompok orang yang singgah di sebuah lembah. Ia datang membawa kayu dan terus-menerus membawa kayu hingga (kayu itu menumpuk) mereka dapat memasak makanan mereka” (HR. Ahmad). Bahkan, menurut para ulama, dosa kecil menjadi besar bila dilakukan oleh tokoh masyarakat, orang panutan, atau orang yang mengetahui perbuatannya berdosa.
Padahal merasa bangga dengan dosa, menurut Imam Al Ghazali, termasuk dosa besar. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa meremehkan dosa sangat berbahaya. Dalam suatu haditsnya disebutkan, “Sesungguhnya perumpamaan orang yang meremehkan dosa bagaikan sekelompok orang yang singgah di sebuah lembah. Ia datang membawa kayu dan terus-menerus membawa kayu hingga (kayu itu menumpuk) mereka dapat memasak makanan mereka” (HR. Ahmad). Bahkan, menurut para ulama, dosa kecil menjadi besar bila dilakukan oleh tokoh masyarakat, orang panutan, atau orang yang mengetahui perbuatannya berdosa.
0 comments:
Post a Comment