Home » , » Wisanggeni Bisanya Api

Wisanggeni Bisanya Api

Wisanggeni berarti bisanya api. berasal dari wisa = bisa dan geni = api. Tak peduli siapapun pasti dibakarnya. Musuh atau sodara, teman atau tetangga, kriteriannya hanya satu, yang dibicarakan adalah kebenaran, dan kebatilan adalah musuhnya.

Kelahiran Wisanggeni dalam jagad pewayangan adalah diluar kehendak dewa. Sebab Wisanggeni adalah manusia edan dalam arti yang sebenarnya. Wong edan ngomong kebenaran bukan pada tempatnya. Wong edan tidak peduli suasana dan siapa yang dihadapi. Wong edan tidak mengenal takut. Dan keedanan Wisanggeni tidak lebih dari ketakutan para dewa akan tuah yang dibawa.

Aug 11, 2011 : Benarkah skenario besar sedang disiapkan untuk mengorbankan Anas ? Dan mampukah Anas menjadi Wisanggeni ?

Perang di tubuh Partai Demokrat tetap tampil transparan. Pasca tertangkapnya Nazaruddin hal tersebut bukan disikapi dengan merapatkan barisan, tetapi justru dipakai sebagai ajang mendiskreditkan sesama.  Dan ini berbalas pantun oleh Ruhut. Benarkah skenario besar sedang disiapkan untuk mengorbankan Anas ? Dan mampukah Anas menjadi Wisanggeni ?

Entah apa yang sedang berkecamuk di hati orang-orang Partai Demokrat. Sudah diterpa musibah kasus Nazaruddin dan menunjukkan ketidak-solidan antar elite tidak dijadikan sebagai pengalaman berharga, tetapi justru diulang-ulang untuk kembali berbuat salah. Setelah Nazaruddin tertangkap, komentar yang mewakili faksi masing-masing kembali dicuatkan. Tiada hujan tiada angin tiba-tiba muncul wacana mundurnya Anas Urbaningrum sebagai Ketum PD.

Ini melengkapi rumor rencana mundurnya Sekjen Partai Demokrat, Ibas, untuk menghadang tersangkutnya perkara Nazaruddin. Serta mulai kentalnya pihak-pihak tertentu menjadikan kasus Nazaruddin sebagai sekuel-sekuel untuk menciptakan episode panjang dalam mendegradasi partai ini.

Rekayasa besar itu terbaca Din Syamsudin. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini melihat, sudah terjadi ‘ketidak-murnian’ terhadap kasus Nazaruddin sebelum masuk ranah hukum. Sebagai orang luar, Din tanpa tedeng aling-aling mengungkap, ada pihak-pihak yang mencari tumbal untuk dikorbankan. Dan tumbal itu adalah Anas, yang disarankannya untuk melakukan perlawanan.

Sikap-sikap tidak terpuji itu memang harus dilawan. Caranya, Anas perlu menjadi ‘anak nakal’. Dia wajib menampilkan diri sebagai Wisanggeni. Sosok berangasan tapi santun. Mengalah tapi tak mau dikalahkan. Dan untuk itu dia wajib berperang merebut hak, agar hak-haknya tidak dihaki orang lain.

Dalam kisah Lahirnya Wisanggeni, Nazaruddin itu mirip Newatakawaca. Raksasa yang membuat istana dewa di Jonggring Saloko geger. Kahyangan morat-marit. Para dewa dikalahkan dan lari terbirit-birit.  Newatakawaca dari Kerajaan Himahimantaka ini sedang kasmaran. Dia tergila-gila dengan Dewi Supraba bidadari jelita. Dia bertamu ke kahyangan untuk melamar. Tapi para dewa menolaknya. Raksasa ini marah. Dia ngamuk. Dewata ditantang berkelahi. Dia sesumbar lebih baik mati daripada pulang tidak dengan bidadari terkasih. Para dewa ditaklukkan. Dan istana dikuasai raksasa Newatakawaca.

Terusir dari kahyangan, dewa meminta bantuan Pandawa. Arjuna ksatria ganteng dengan banyak kelebihan ditugasi mengusir. Lelaki pujaan gadis itu mencegat Newatakawaca. Mereka bertarung, Newatakawaca pun terbunuh. Setelah menang, Arjuna dielu-elukan para dewa. Dia dinobatkan sebagai raja para dewa di Kahyangan Tinjomaya dengan gelar Prabu Kariti. Sebagai pendamping, tujuh bidadari cantik menjadi permaisurinya. Satu d iantaranya Bathari Dresanala.

Namun ketika Bathari Dresanala hamil, Bathara Brahma, dewa api, ayah bidadari ini marah. Dia meminta agar janin di kandungan digugurkan. Sebab Dewasrani anak Bethara Guru dengan Dewi Uma menaksirnya. Bathari Dresanala kukuh. Dia merawat bayi yang masih di perut itu dengan luapan kasih sayang. Saat Bathari Dresanala melahirkan, amarah Bathara Brahma memuncak. Bayi itu diambil dan dibawa terbang. Sesampai di atas kawah Candradimuka, bayi yang masih merah itu dilempar. Maksudnya agar bayi itu mati terbakar.

Tapi bayi itu tidak mati. Panasnya kawah mempercepat pertumbuhan tubuhnya. Bayi itu secara ajaib cepat besar. Dia sehat, perkasa, tampan, dan sakti. Sayang, dia belum tahu siapa nama dan dari mana asal-usulnya. Keluar dari kawah, dia masuk ke istana para dewa. Setiap kali berpapasan dengan dewa, dia selalu bertanya soal nama dan ayah serta ibunya. Jika dewa menjawab tidak tahu, anak ini ngamuk dan menghajarnya habis-habisan.

Semua dewa di kahyangan sudah merasakan tamparan, tendangan, dan bogem bayi yang cepat tumbuh itu. Tinggal Bathara Narada yang lepas dari amuknya. Dewa pendek yang selalu melihat atas ini lihai berkelit ketika ditanya. Kata Narada, “Namamu itu Wisanggeni. Berasal dari Wisa (bisa) dan Geni (api).”

Bathara Narada tidak hanya memberinya nama, tetapi juga mengajarinya kurang ajar. Beberapa dewa dijelek-jelekkan, dan disuruhnya menghajar lagi. Bathara Narada juga menyuruh Bathara Guru dan Bathara Brahma bertobat, minta maaf pada Wisanggeni. Ketika seluruh dewa takluk, maka para dewa kembali meminta bantuan Pandawa. Para dewa ingin agar Wisanggeni ‘di-Newatakawacakan’. Tapi bukan Wisanggeni kalau sampai kalah. Dalam adegan perang melawan Pandawa yang notabene adalah Pak De dan Om-omnya itu kelucuan tersulut. Utamanya ketika Wisanggeni perang melawan Arjuna, bapaknya sendiri.

Arjuna ditelanjangi. Semua aib dibuka. Hubungannya dengan banyak gadis, termasuk dengan sang ibu yang melahirkannya diungkap. Arjuna gagap. Dia hanya cengar-cengir mendengar kebenaran ucapan anaknya itu. Ketika kesaktian Arjuna diungguli Wisanggeni, satria terhebat di dunia dan kadewatan itu mendapatkan haknya sebagai darah daging Pandawa.

Lakon Lahirnya Wisanggeni ini merupakan gabungan heroisme, harmonisasi keluarga, dan kesaktian. Dalam konteks kekinian, ‘sakti’ adalah kelebihan seseorang di komunitasnya. Dia satu di antara jutaan atau miliaran manusia yang hidup di dunia. Wisanggeni memang tak jauh dari gambaran perjuangan memenangi hidup dalam merebut eksistensi diri.

Sumber newsdetik.com

0 comments:

Post a Comment