“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6).
Umumnya orang tua ingin anaknya bahagia. Untuk itu, sebahagian orang tua berusaha mengumpulkan harta yang banyak, terlepas status halal haramnya, untuk diwariskan kepada anak cucunya. Namun, kalau dilihat dalam sejarah, para nabi dan orang-orang beriman lebih berharap meninggalkan anak-anak mereka dalam keadaan beriman, ketimbang harta banyak.
Umumnya orang tua ingin anaknya bahagia. Untuk itu, sebahagian orang tua berusaha mengumpulkan harta yang banyak, terlepas status halal haramnya, untuk diwariskan kepada anak cucunya. Namun, kalau dilihat dalam sejarah, para nabi dan orang-orang beriman lebih berharap meninggalkan anak-anak mereka dalam keadaan beriman, ketimbang harta banyak.
Nabi Ibrahim, misalnya, pernah berdoa untuk kebaikan generasinya. Doanya: “Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku” (QS. Ibrahim: 40). Doa ini mengisyaratkan bahwa tak ada yang lebih baik ditinggalkan kepada anak-anak, kecuali mereka dalam keadaan beriman.
Hal yang sejenis juga pernah dilakukan Nabi Ya’qub. Menjelang menghadap Ilahi! Nabi Ya’qub masih menyempatkan diri untuk bertanya kepada anak-anaknya, ”Apa yang kalian sembah sepeninggalku?” (QS. al-Baqarah: 133).
Sepatutnya kita mengikuti jalan yang pernah ditempuh oleh orang-orang beriman seperti itu dalam (meninggalkan warisan bagi) anak-anaknya. Jangan sampai mengikuti langkah-langkah setan atau jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat hidupnya, seperti orang-orang yang sengaja melakukan kemungkaran seperti korupsi dan perampokan agar mampu meninggalkan warisan yang banyak untuk anak cucunya.
0 comments:
Post a Comment